BAB III
HAM dalam UUD 1945
dan pelaksanaannya
HAM
Menurut Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945
Hak asasi manusia pada prinsipnya merupakan hak yang universal, akan tetapi dalam pelaksanaannya di masing – masing negara disesuaikan dengan kondisi politik dan social budaya masing – masing negara. Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat memiliki Ideologi Pancasila dan Konstitusi UUD 1945 yang menjadi batasan sekaligus berisi pengakuan terhadap hak asasi manusia.
Seberapa jauh nilai – nilai hak asasi manusia terkandung dalam Pancasila dan UUD 19456 dapat dijadikan barometer Negara Kesatuan RepublikIndonesia telah mengakuai dan menghargai hak asasi manusia. Hal ini mengingat Piagam PBB yang memuat pengakuan dan perlindungan HAM baru lahir pada tahun 1948 sesudah lahirnya NKRI pada tahun 1945.
Hak asasi manusia pada prinsipnya merupakan hak yang universal, akan tetapi dalam pelaksanaannya di masing – masing negara disesuaikan dengan kondisi politik dan social budaya masing – masing negara. Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat memiliki Ideologi Pancasila dan Konstitusi UUD 1945 yang menjadi batasan sekaligus berisi pengakuan terhadap hak asasi manusia.
Seberapa jauh nilai – nilai hak asasi manusia terkandung dalam Pancasila dan UUD 19456 dapat dijadikan barometer Negara Kesatuan RepublikIndonesia telah mengakuai dan menghargai hak asasi manusia. Hal ini mengingat Piagam PBB yang memuat pengakuan dan perlindungan HAM baru lahir pada tahun 1948 sesudah lahirnya NKRI pada tahun 1945.
Hubungan
HAM dan UUD 1945
Meskipun tidak diatur secara khusus ketentuan tentang HAM pada UUD 1945 sebelum amandemen ke dua, bukan berarti dalam UUD 1945 tidak mengakomodir ketentuan tentang HAM. Jika dilihat dari lahirnya UUD 1945 lebih dulu lahir daripada Deklarasi HAM tahun 1948. Ketentuan yang berkaitan dengan HAM dapat dilihat sebagai berikut :
(1). Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Dengan demikian perlindungan diberikan kepada seluruh bangsa dan tumpah darah Indonesia, tidak hanya terbatas atau berdasarkan kepentingan kelompok atau warga Negara tertentu.
(2). Memajukan kesejahteraan umum, hal ini mengandung pengertian pembangunan kesejahteraan secara merata dan setiap warga Negara punya kesempatan untuk sejahtera.
(3). Mencerdaskan kehidupan bangsa, guna untuk meningkatkan sumberdaya manusia Indonesia seluruhnya secara merata guna mengejar ketertinggalan dari bangsa lain.
(4). Melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social, membangun bangsa yang mandiri serta kewajiban untuk menyumbangkan pada bangsa – bangsa lain di dunia, tanpa perbedaan.
(5). Dalam penjelasan pembukaan UUD 1945 dikatakan bahwa Indonesia adalah Negara berdasarkan hukum (rechtsstaat bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka/machtsstaat). Kaitannya dengan HAM adalah salah satu cirri Negara hokum adalah mengakui adanya HAM. Selanjutnya dalam penjelasan umum diterangkan bahwa UUD menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam “pembukaan” dan pasal – pasalnya, dimana mengandung arti bahwa Negara mengatasi segala paham golongan, dan paham perorangan, mewujudkan keadilan social berdasarkan kerakyatan perwakilan dan Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal ini mencerminkan cita – cita hokum bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi HAM serta lebih mengutamakan kepentingan bersama manusia.
Meskipun tidak diatur secara khusus ketentuan tentang HAM pada UUD 1945 sebelum amandemen ke dua, bukan berarti dalam UUD 1945 tidak mengakomodir ketentuan tentang HAM. Jika dilihat dari lahirnya UUD 1945 lebih dulu lahir daripada Deklarasi HAM tahun 1948. Ketentuan yang berkaitan dengan HAM dapat dilihat sebagai berikut :
(1). Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Dengan demikian perlindungan diberikan kepada seluruh bangsa dan tumpah darah Indonesia, tidak hanya terbatas atau berdasarkan kepentingan kelompok atau warga Negara tertentu.
(2). Memajukan kesejahteraan umum, hal ini mengandung pengertian pembangunan kesejahteraan secara merata dan setiap warga Negara punya kesempatan untuk sejahtera.
(3). Mencerdaskan kehidupan bangsa, guna untuk meningkatkan sumberdaya manusia Indonesia seluruhnya secara merata guna mengejar ketertinggalan dari bangsa lain.
(4). Melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social, membangun bangsa yang mandiri serta kewajiban untuk menyumbangkan pada bangsa – bangsa lain di dunia, tanpa perbedaan.
(5). Dalam penjelasan pembukaan UUD 1945 dikatakan bahwa Indonesia adalah Negara berdasarkan hukum (rechtsstaat bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka/machtsstaat). Kaitannya dengan HAM adalah salah satu cirri Negara hokum adalah mengakui adanya HAM. Selanjutnya dalam penjelasan umum diterangkan bahwa UUD menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam “pembukaan” dan pasal – pasalnya, dimana mengandung arti bahwa Negara mengatasi segala paham golongan, dan paham perorangan, mewujudkan keadilan social berdasarkan kerakyatan perwakilan dan Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal ini mencerminkan cita – cita hokum bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi HAM serta lebih mengutamakan kepentingan bersama manusia.
Berdasarkan
uraian tersebut diatas maka hubungan HAM dengan UUD 1945 dapat diterjemahkan
dalam moral bangsa sebagai berikut :
(a). Kebijaksanaan harus diarahkan pada kebijaksanaan politik dan hokum, dengan perlakuan serta hak dan kewajiban yang sama bagi siapapun, perorangan atau kelompok yang berada di dalam batas wilayah NKRI.
(b). Kebijaksanaan Ekonomi dan Kesejahteraan, dengan kesempatan serta beban tanggungjawab yang sama, bagi siapapun yang ingin berusaha atas dasar persaiangan yang sehat.
(c). Kebijaksanaan Pendidikan dan Kebudayaan, dengan kebebasan serta batasan – batasan yang perlu menjaga ketahanan dan pertahanan mental terhadap anasir dan eksploitasi dari dalam dan luar negeri.
(d). Kebijaksanaan luar negeri, meningkatkan kehormatan bangsa yang merdeka yang bias mengatur diri sendiri, serta mampu menyumbang pada hubungan baik antara bangsa – bangsa di dunia.
(a). Kebijaksanaan harus diarahkan pada kebijaksanaan politik dan hokum, dengan perlakuan serta hak dan kewajiban yang sama bagi siapapun, perorangan atau kelompok yang berada di dalam batas wilayah NKRI.
(b). Kebijaksanaan Ekonomi dan Kesejahteraan, dengan kesempatan serta beban tanggungjawab yang sama, bagi siapapun yang ingin berusaha atas dasar persaiangan yang sehat.
(c). Kebijaksanaan Pendidikan dan Kebudayaan, dengan kebebasan serta batasan – batasan yang perlu menjaga ketahanan dan pertahanan mental terhadap anasir dan eksploitasi dari dalam dan luar negeri.
(d). Kebijaksanaan luar negeri, meningkatkan kehormatan bangsa yang merdeka yang bias mengatur diri sendiri, serta mampu menyumbang pada hubungan baik antara bangsa – bangsa di dunia.
Selanjutnya
dalam UUD 1945 terdapat pasal – pasal yang berkaitan dengan masalah – masalah
HAM, pasal – pasal tersebut adalah :
a). Pasal 27, tentang kesamaan kedudukan hokum dan pemerintahan, tanpa ada kecuali serta setiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
b). Pasal 28, tentang kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan
c). Pasal 29, tentang kemerdekaan untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya
d). Pasal 30, tentang hak untuk membela bangsa
e). Pasal 31, tentang hak mendapat pengajaran
f). Pasal 33, tentang hak perekonomian atas asas kekeluargaan
g). Pasal 34, tentang fakir miskin dan anak – anak terlantar dipelihara oleh Negara.
Dalam perkembangannya sesuai dengan amandemen kedua UUD 1945 berdasarkan siding tahunan tahun 2000, masalah hak asasi manusia secara lugas telah dicantumkan dalam BAB XA, Pasal 28A sampai dengan 28J.
Dari uraian tersebut diatas maka UUD 1945 mulai dari pembukaan, penjelasan umum, dan batang tubuh cukup memuat tentang pengakuan hak asasi manusia, atau dengan kata lain secara yuridis konstitusional, Indonesia mengakui HAM jauh sebelum lahirnya Universal Declaration of Human Right.
a). Pasal 27, tentang kesamaan kedudukan hokum dan pemerintahan, tanpa ada kecuali serta setiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
b). Pasal 28, tentang kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan
c). Pasal 29, tentang kemerdekaan untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya
d). Pasal 30, tentang hak untuk membela bangsa
e). Pasal 31, tentang hak mendapat pengajaran
f). Pasal 33, tentang hak perekonomian atas asas kekeluargaan
g). Pasal 34, tentang fakir miskin dan anak – anak terlantar dipelihara oleh Negara.
Dalam perkembangannya sesuai dengan amandemen kedua UUD 1945 berdasarkan siding tahunan tahun 2000, masalah hak asasi manusia secara lugas telah dicantumkan dalam BAB XA, Pasal 28A sampai dengan 28J.
Dari uraian tersebut diatas maka UUD 1945 mulai dari pembukaan, penjelasan umum, dan batang tubuh cukup memuat tentang pengakuan hak asasi manusia, atau dengan kata lain secara yuridis konstitusional, Indonesia mengakui HAM jauh sebelum lahirnya Universal Declaration of Human Right.
PELANGGARAN HAM
Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok termasuk aparat negara, baik disengaja ataupun tidak, atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi atau mencabut HAM yang telah dijamin oleh undang-undang, dan tidak didapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar. Pelanggaran HAM tergolong berat, baik berupa kejahatan genosida dan kemanusiaan. Sedangkan pelanggaran selain dari keduanya tergolong ringan.
Untuk menyikapi kejahatan dan pelanggaran HAM, berdasarkan hukum internasional dapat digunakan retroaktif, diberlakukan pasal tentang kewajiban untuk tunduk pada pembatasan yang ditetapkan dalam undang-undang, seperti tercantum dalam pasal 28 J ayat 2 UUD 1945.
Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok termasuk aparat negara, baik disengaja ataupun tidak, atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi atau mencabut HAM yang telah dijamin oleh undang-undang, dan tidak didapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar. Pelanggaran HAM tergolong berat, baik berupa kejahatan genosida dan kemanusiaan. Sedangkan pelanggaran selain dari keduanya tergolong ringan.
Untuk menyikapi kejahatan dan pelanggaran HAM, berdasarkan hukum internasional dapat digunakan retroaktif, diberlakukan pasal tentang kewajiban untuk tunduk pada pembatasan yang ditetapkan dalam undang-undang, seperti tercantum dalam pasal 28 J ayat 2 UUD 1945.
Contoh
atau bukti pelanggaran HAM
Tragedi
Tanjung Priok
Tragedi ini terjadi pada September 1984. Saat itu hampir tengah malam, tiga orang juru dakwah, Amir Biki, Syarifin Maloko dan M. Nasir berpidato berapi-api di jalan Sindang Raya, Priok.
Mereka menuntut pembebasan empat pemuda jamaah Mushala As-Sa’adah yang ditangkap petugas Kodim
Jakarta Utara.
Tragedi ini terjadi pada September 1984. Saat itu hampir tengah malam, tiga orang juru dakwah, Amir Biki, Syarifin Maloko dan M. Nasir berpidato berapi-api di jalan Sindang Raya, Priok.
Mereka menuntut pembebasan empat pemuda jamaah Mushala As-Sa’adah yang ditangkap petugas Kodim
Jakarta Utara.
Empat
pemuda itu digaruk tentara karena membakar sepeda motor Sertu Hermanu. Anggota
Babinsa Koja Selatan itu hampir saja dihajar massa jika tak dicegah oleh
seorang tokoh masyarakat di sana.
Ketika itu, 7 September 1984, Hermanu melihat poster ”Agar para wanita memakai pakaian jilbab.’ Dia meminta agar poster itu dicopot.
Ketika itu, 7 September 1984, Hermanu melihat poster ”Agar para wanita memakai pakaian jilbab.’ Dia meminta agar poster itu dicopot.
Tapi para
remaja masjid itu menolak. Esoknya Hermanu datang lagi, menghapus poster itu
dengan koran yang dicelup air got. Melihat itu, massa berkerumun, tapi Hermanu
sudah pergi. Maka beredarlah desas-desus ‘ada sersan masuk mushola tanpa buka
sepatu dan mengotorinya.’ Massa
rupanya termakan isu itu. Terjadilah pembakaran sepeda motor itu.
rupanya termakan isu itu. Terjadilah pembakaran sepeda motor itu.
Maka,
pengurus Musholla pun meminta bantuan Amir Biki, seorang tokoh di sana agar
membebaskan empat pemuda yang ditahan Kodim itu. Tapi ia gagal, dan berang. Ia
lantas mengumpulkan massa di
jalan Sindang Raya dan bersama-sama pembicara lain, menyerang pemerintah. Biki dengan mengacungkan badik, antara lain mengancam RUU Keormasan.
jalan Sindang Raya dan bersama-sama pembicara lain, menyerang pemerintah. Biki dengan mengacungkan badik, antara lain mengancam RUU Keormasan.
Pembicara
lain, seperti Syarifin Maloko, M. Natsir dan Yayan, mengecam Pancasila dan
dominasi Cina atas perekonomian Indonesia. Di akhir pidatonya yang
meledak-ledak, Biki pun mengancam, ”akan menggerakkan massa bila empat pemuda
yang ditahan tidak dibebaskan.” Ia memberi batas
waktu pukul 23.00. Tapi sampai batas waktu itu, empat pemuda tidak juga dibebaskan.
waktu pukul 23.00. Tapi sampai batas waktu itu, empat pemuda tidak juga dibebaskan.
Maka, Biki
pun menggerakkan massa. Mereka dibagi dua; kelompok pertama menyerang Kodim.
Kelompok kedua menyerang toko-toko Cina. Bergeraklah dua sampai tiga ribu massa
ke Kodim di jalan Yos
Sudarso, berjarak 1,5 Km dari tempat pengerahan massa.
Sudarso, berjarak 1,5 Km dari tempat pengerahan massa.
Biki
berjalan di depan. Tapi di tengah jalan, depan Polres Jakarta Utara, mereka
dihadang petugas. Mereka tak mau bubar. Bahkan tak mempedulikan tembakan
peringatan. Mereka maju terus,
menurut versi tentara, sambil mengacung-acungkan golok dan celurit.
menurut versi tentara, sambil mengacung-acungkan golok dan celurit.
Masih
menurut sumber resmi TNI, Biki kemudian berteriak, Maju…serbu…’ dan massa pun
menghambur. Tembakan muntah menghabiskan banyak sekali nyawa. Biki sendiri
tewas saat itu juga.
Keterangan
resmi pemerintah korban yang mati hanya 28 orang. Tapi dari pihak korban
menyebutkan sekitar tujuh ratus jamaah tewas dalam tragedi itu. Setelah itu,
beberapa tokoh yang dinilai terlibat dalam peristiwa itu ditangkapi; Qodir
Djaelani, Tony Ardy, Mawardi Noor, Oesmany Al
Hamidy. Ceramah-ceramah mereka setahun sebelumnya terkenal keras; menyerang kristenisasi, penggusuran, Asaa Tunggal Pancasila, Pembatasan Izin Dakwah, KB, dan dominasi ekonomi oleh Cina.
Hamidy. Ceramah-ceramah mereka setahun sebelumnya terkenal keras; menyerang kristenisasi, penggusuran, Asaa Tunggal Pancasila, Pembatasan Izin Dakwah, KB, dan dominasi ekonomi oleh Cina.
Empat
belas jam setelah peristiwa itu, Pangkopkamtib LB Moerdani didampingi Harmoko
sebagai Menpen dan Try Sutrisno sebagai Pangdam Jaya memberikan penjelasan
pers. Saat itu Benny menyatakan telah terjadi penyerbuan oleh massa Islam di
pimpin oleh Biki, Maloko dan M. Natsir. Sembilan korban tewas dan 53 luka-luka,
kata Benny.
A. PELAKSANAAN HAM
Pelaksanaan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia baru pada tahap
kebijakan belum menjadi bagian dari sendi-sendi dasar kehidupan
berbangsa untuk menjadi faktor integrasi atau persatuan. Problem dasar
HAM yaitu penghargaan terhadap martabat dan privasi warga negara
sebagai pribadi juga belum ditempatkan sebagaimana mestinya.Demikian
disampaikan Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
Marzuki Darusman da-lam diskusi yang diselenggarakan Forum Diskusi
Wartawan Politik (FDWP) di Wisma Surabaya Post Jakarta, Sabtu (23/8).
Dalam diskusi itu diperbincangkan masalah hak asasi, politik dan
demokrasi di Indonesia termasuk hubungan Komnas HAM dan pemerintah.
Pelaksanaan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia baru pada tahap
kebijakan belum menjadi bagian dari sendi-sendi dasar kehidupan
berbangsa untuk menjadi faktor integrasi atau persatuan. Problem dasar
HAM yaitu penghargaan terhadap martabat dan privasi warga negara
sebagai pribadi juga belum ditempatkan sebagaimana mestinya.Demikian
disampaikan Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
Marzuki Darusman da-lam diskusi yang diselenggarakan Forum Diskusi
Wartawan Politik (FDWP) di Wisma Surabaya Post Jakarta, Sabtu (23/8).
Dalam diskusi itu diperbincangkan masalah hak asasi, politik dan
demokrasi di Indonesia termasuk hubungan Komnas HAM dan pemerintah.
“Pelaksanaan
HAM di kita masih maju mundur. Namun itu tidak menjadi
soal karena dalam proses,” kata Marzuki. Padahal jika melihat sisi
historis, kata Marzuki, HAM di Indonesia beranjak dari amanat
penderitaan rakyat untuk mewujudkan kemerdekaan dari penjajah. Begitu
pula seperti tercermin dari Sila Kemanusiaan yang berpangkal dari
falsafah kehidupan berbangsa dan bernegara.
soal karena dalam proses,” kata Marzuki. Padahal jika melihat sisi
historis, kata Marzuki, HAM di Indonesia beranjak dari amanat
penderitaan rakyat untuk mewujudkan kemerdekaan dari penjajah. Begitu
pula seperti tercermin dari Sila Kemanusiaan yang berpangkal dari
falsafah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam
diskusi dipersoalkan bagaimana sebenarnya posisi pemerintah
untuk melaksanakan HAM secara tulus. Menurut mantan anggota F-KP DPR
itu, di luar negeri bidang-bidang politik, ekonomi selalu dihubungkan
dengan masalah HAM. “Makanya mereka mau berisiko demi HAM ini. HAM
sudah menyatu,” katanya.
untuk melaksanakan HAM secara tulus. Menurut mantan anggota F-KP DPR
itu, di luar negeri bidang-bidang politik, ekonomi selalu dihubungkan
dengan masalah HAM. “Makanya mereka mau berisiko demi HAM ini. HAM
sudah menyatu,” katanya.
Sedangkan
di Indonesia, HAM baru merupakan satu kebijakan belum
merupakan bagian dari sendi-sendi dasar dari kehidupan berbangsa.
Marzuki mengatakan, sebenarnya HAM bisa menjadi faktor integrasi atau
pemersatu bangsa.
merupakan bagian dari sendi-sendi dasar dari kehidupan berbangsa.
Marzuki mengatakan, sebenarnya HAM bisa menjadi faktor integrasi atau
pemersatu bangsa.
Marzuki
menganalogikan pelaksanaan HAM di Indonesia dengan pemahaman
masyarakat terhadap lingkungan hidup 10-20 tahun lalu. Lingkungan
hidup yang saat itu masih menjadi isu internasional sekarang sudah
menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat dan pemerintah.
masyarakat terhadap lingkungan hidup 10-20 tahun lalu. Lingkungan
hidup yang saat itu masih menjadi isu internasional sekarang sudah
menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat dan pemerintah.
“Saat ini,
lingkungan hidup sudah menjadi kesadaran nasional,”
katanya. Masalah lingkungan hidup tidak hanya menjadi kebijakan
nasional namun sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan.
“Hal seperti itulah yang saat ini sedang ditempuh oleh HAM,” katanya.
katanya. Masalah lingkungan hidup tidak hanya menjadi kebijakan
nasional namun sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan.
“Hal seperti itulah yang saat ini sedang ditempuh oleh HAM,” katanya.
B.
Konstelasi politik
Kondisi
HAM di Indonesia menghadapi dua hal dinamis yang terjadi yaitu
realitas empiris di mana masyarakat semakin sadar HAM serta kondisi
politik.
realitas empiris di mana masyarakat semakin sadar HAM serta kondisi
politik.
Soal
hubungan Komnas HAM dengan pemerintah, Marzuki mengatakan, bagian
terbesar dari rekomendasi Komnas HAM terutama kepada pemerintah
daerah/gubernur, 60 persen di antaranya mendapat respon yang
konstruktif. Persoalan muncul jika kasusnya bermuatan politik, seperti
Kasus Marsinah atau Kerusuhan 27 Juli. “Perlu ada pelurusan terhadap
gambaran masyarakat soal hu-bungan pemerintah dan Komnas HAM,”
katanya. Marzuki mendengar jika ada persepsi di masyarakat bahwa
rekomendasi Komnas HAM tidak dilaksanakan oleh pemerintah.
terbesar dari rekomendasi Komnas HAM terutama kepada pemerintah
daerah/gubernur, 60 persen di antaranya mendapat respon yang
konstruktif. Persoalan muncul jika kasusnya bermuatan politik, seperti
Kasus Marsinah atau Kerusuhan 27 Juli. “Perlu ada pelurusan terhadap
gambaran masyarakat soal hu-bungan pemerintah dan Komnas HAM,”
katanya. Marzuki mendengar jika ada persepsi di masyarakat bahwa
rekomendasi Komnas HAM tidak dilaksanakan oleh pemerintah.
“Kondisi
ideal HAM adalah kondisi demokratis,” kata Marzuki. Kesadaran
akan HAM maupun pelaksanaannya hanya mungkin jika ada pembaharuan
politik.
akan HAM maupun pelaksanaannya hanya mungkin jika ada pembaharuan
politik.
Dalam
beberapa persoalan Marzuki melihat sikap kalangan pemerintah
maupun ABRI terhadap masalah HAM tergantung konstelasi politik yang
terjadi, bukan pada pemahaman HAM sebenarnya. Misalnya komentar
tentang Kerusuhan 27 Juli, satu pihak mengatakan bahwa kasus tersebut
sudah selesai, namun yang lainnya mengatakan bahwa langkah-langkah
Megawati Soekarnoputri konstitusional.
maupun ABRI terhadap masalah HAM tergantung konstelasi politik yang
terjadi, bukan pada pemahaman HAM sebenarnya. Misalnya komentar
tentang Kerusuhan 27 Juli, satu pihak mengatakan bahwa kasus tersebut
sudah selesai, namun yang lainnya mengatakan bahwa langkah-langkah
Megawati Soekarnoputri konstitusional.
Dia
mengedepankan persoalan HAM di Indonesia dengan satu contoh yakni
penggunaan istilah yang berkonotasi politik terhadap seseorang yang
menyentuh martabat atau privasinya. Istilah gembong, oknum atau otak
terutama dalam kerangka kasus-kasus subversif menjadi biasa digunakan
oleh masyarakat menjadi sesuatu yang normal. “Padahal itu menyentuh
HAM, seseorang digambarkan dengan istilah-istilah,” katanya.
penggunaan istilah yang berkonotasi politik terhadap seseorang yang
menyentuh martabat atau privasinya. Istilah gembong, oknum atau otak
terutama dalam kerangka kasus-kasus subversif menjadi biasa digunakan
oleh masyarakat menjadi sesuatu yang normal. “Padahal itu menyentuh
HAM, seseorang digambarkan dengan istilah-istilah,” katanya.
Komnas HAM
sebenarnya menganut prinsip HAM universal dengan dasar
Piagam PBB, Deklarasi HAM serta Pancasila sebagai falsafah politik dan
konsitusi UUD ‘45. “Paham HAM universal itu harus disesuaikan dengan
nilai budaya yang berlaku,” katanya.
Piagam PBB, Deklarasi HAM serta Pancasila sebagai falsafah politik dan
konsitusi UUD ‘45. “Paham HAM universal itu harus disesuaikan dengan
nilai budaya yang berlaku,” katanya.
Namun
kurangnya pemahaman HAM atau karena kepentingan politik
seringkali disebut-sebut “HAM di Indonesia sebagai HAM yang khas yang
berbeda dengan HAM universal”. “Itu tidak benar. Tidak berarti kita
punya prinsip HAM sendiri,” kata mantan Sekjen Pemuda ASEAN tersebut.
Yang benar, HAM universal justru harus diimplementasikan dalam
masyarakat dan peka terhadap nilai-nilai budaya setempat. “Coba cari
HAM khas Indonesia yang tidak ada di HAM universal. Tidak ada,”
katanya.
seringkali disebut-sebut “HAM di Indonesia sebagai HAM yang khas yang
berbeda dengan HAM universal”. “Itu tidak benar. Tidak berarti kita
punya prinsip HAM sendiri,” kata mantan Sekjen Pemuda ASEAN tersebut.
Yang benar, HAM universal justru harus diimplementasikan dalam
masyarakat dan peka terhadap nilai-nilai budaya setempat. “Coba cari
HAM khas Indonesia yang tidak ada di HAM universal. Tidak ada,”
katanya.
Marzuki
menilai persoalan antara HAM universal dan HAM kultural malah
menjadi perdebatan semu. Padahal sebenarnya itu hanya merupakan
mekanisme defensif untuk menghadapi tekanan luar.
menjadi perdebatan semu. Padahal sebenarnya itu hanya merupakan
mekanisme defensif untuk menghadapi tekanan luar.
Bangsa
Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang sejak jaman
kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai dengan datangnya bangsa asing yang
menjajah serta menguasai segala aspek kehidupan yang ada pada bangsa
Indonesia tercinta ini. Beratus-ratus tahun bangsa Indonesia dalam perjalanan
hidupnya berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai suatu bangsa yang
merdeka, mandiri serta memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan
hidup serta filsafat hidup bangsa. Setelah melalui proses yang cukup panjang
dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia menemukan jati dirinya, yang
didalamnya tersimpul ciri khas, sifat dan karakter bangsa yang berbeda dengan
bangsa lain.
Sebagaimana
diketahui bahwa bangsa Indonesia terdiri atas berbagai macam suku bangsa yang
memiliki karakter, kebudayaan serta adat istiadat yang beraneka ragam, memiliki
agama yang berbeda-beda dan terdiri atas beribu-ribu kepulauan wilayah
nusantara Indonesia. Konsekuensinya bangsa Indonesia adalah bangsa yang
beraneka ragam tetapi satu, mengikatkan diri dalam suatu persatuan yang
dilukiskan dalam suatu seloka Bhineka Tunggal Ika. Perbedaan
bukannya untuk diruncingkan menjadi konflik dan permusuhan melainkan diarahkan
pada suatu sintesa yang saling menguntungkan yaitu persatuan dalam kehidupan
bersama untuk mewujudkan tujuan bersama dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Dalam
kehidupan kenegaraan harus senantiasa dilandasi oleh moral kemanusiaan antara
lain dalam kehidupan pemerintah negara, politik, ekonomi, hukum, sosial,
budaya, pertahanan dan keamanan serta dalam kehidupan keagamaan. Oleh karena
itu dalam kehidupan bersama dalam negara harus dijiwai oleh moral kemanusiaan
untuk saling menghargai sekalipun terdapat suatu perbedaan karena hal itu
merupakan suatu bawaan kodrat manusia untuk saling menjaga keharmonisan dalam
kehidupan bersama.
Bangsa
Indonesia adalah bangsa yang berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini
berarti terkandung nilai bahwa nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme
religius yaitu nasionalisme yang bermoral Ketuhanan Yang Maha Esa, nasionalisme
yang humanistic yang menjunjung tingggi harkat dan martabat manusia sebagai
mahluk Tuhan, menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia, menghargai hak dan
martabat tanpa membedakan suku, ras, keturunan, status sosial maupun agama,
mengembangkan sikap saling mencintai antar sesama, tenggang rasa, tidak
semena-mena terhadap sesama manusia serta menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan.
Nilai-nilai
nasionalisme tersebut harus tercermin dalam segala aspek penyelenggaraan negara
termasuk dalam era reformasi dewasa ini. Oleh karena itu dalam kehidupan
kenegaraan terutama dalam peraturan perundang-undangan negara harus mewujudkan
tercapainya tujuan ketinggian harkat dan martabat manusia terutama hak-hak
kodrat manusia sebagai hak dasar (hak asasi) harus dijamin dalam
peraturan perundang-undangan negara. Dalam hidup berbangsa dan bernegara dewasa
ini terutama dalam masa reformasi, bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berbudi
luhur harus memiliki visi serta pandangan hidup yang kuat agar tidak terombang-ambing
ditengah-tengah masyarakat internasional, dengan kata lain bangsa ini harus
memiliki nasionalisme serta rasa kebangsaan yang kuat. Hal ini dapat terlaksana
bukan melalui suatu kekuasaan atau hegemoni ideologi melainkan suatu kesadaran
berbangsa dan bernegara yang berakar pada sejarah bangsa. Bangsa Indonesia
dalam hidup bernegara harus memiliki suatu pandangan hidup bersama yang
bersumber pada akar budayanya dan nilai-nilai religiusnya. Dengan pandangan
hidup yang mantap maka bangsa Indonesia akan mengetahui ke arah mana tujuan
yang akan dicapainya. Dengan suatu pandangan hidup yang diyakininya bangsa
Indonesia akan mampu memandang dan memecahkan segala persoalan yang dihadapinya
secara tepat sehingga tidak terombang ambing dalam menghadapi persoalan tersebut.
Dengan suatu pandangan hidup yang jelas maka bangsa Indonesia memiliki pegangan
dan pedoman bagaimana mengenal dan memecahkan berbagai masalah politik, sosial
budaya, ekonomi, hukum, pertahanan dan keamanan seta persoalan lainnya dalam
gerak masyarakat yang semakin maju tanpa terjadinya pelanggaran-pelanggaran
terhadap Hak Asasi Manusia ( H A M ).
D. Hak Asasi Manusia dan
Permasalahannya dan Permasalahnnya.
Hak-hak
asasi manusia sebagai gagasan, paradigma serta konseptual tidak lahir mendadak
sebagaimana kita lihat dalam “Universal Declaration of Human Right” 10
Desember 1948, namun melalui suatu proses yang cukup panjang dalam peradaban
sejarah manusia. Dari prespektif sejarah deklarasi yang ditanda tangani oleh
Majelis Umum PBB tersebut dihayati sebagai suatu pengakuan yuridis formal dan
merupakan titik khususnya yang tergabung dalam PBB. Upaya konseptualisasi
hak-hak asasi manusia sebelum telah muncul ditengah-tengah masyarakat umat
manusia, baik dibarat maupun ditimur kendatipun upaya tersebut masih bersifat
lokal, partial dan sporadikal.
Pada
zaman Yunani Kuno Plato (428 – 348) telah memaklumkan kepada warga polisnya
bahwa kesejahteraan bersama akan tercapai manakala setiap warganya melaksanakan
hak dan kewajibannya masing-masing.
Dalam
akar kebudayaan Indonesiapun pengakuan serta penghormatan tentang hak-hak asasi
manusia telah mulai berkembang, misalnya dalam masyarakat jawa telah dikenal
dengan istilah “Hak Pepe” yaitu hak warga desa yang diakui dan dihormati
oleh penguasa seperti hak mengemukakan pendapat walaupun hak tersebut
bertentangan dengan kemauan penguasa.
Puncak
perkembangan perjuangan hak-hak asasi manusia tersebut yaitu ketika “Human
Right” dirumuskan untuk pertama kalinya secara resmi dalam “Declaration
of Indepedence” Amerika Serikat pada tahun 1776.
Dalam
deklarasi Amerika Serikat tertanggal 4 Juli 1776 tersebut dinyatakan bahwa
seluruh umat manusia dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa beberapa hak yang
tetap dan melekat padanya. Perumusan hak-hak asasi manusia secara resmi kemudian
menjdai pokok konstitusi Negara Amerika Serikat pada tahun 1781 yang mulai
berlaku pada tanggal 4 Maret 1789.
Perjuangan
hak-hak asasi manusia tersebut sebenarnya telah diawali Perancis sejak
Rousseau, dan perjuangan itu memuncak dalam Revolusi Perancis pada tahun 1780
yang berhasil menetapkan hak-hak asasi manusia dalam “Declaration des
Droits L’Homme et du Citoyen” yang kemudian di tetapkan oleh “Assemblee
Nationale” Perancis dan pada tahun 1791 berikutnya dimasukan kedalam
Constitution. (Van Asbek dalam Purbopranoto 1976 : 18).
Semboyan
Revolusi Perancis yang terkenal yaitu :
- Liberte (kemerdekaan)
- Egalite (kesamarataan)
- Fraternite (kerukunan atau persaudaraan).
Maka
menurut konstitusi Perancis yang dimaksud hak-hak asasi manusia adalah hak hak
yang dimiliki manusia menurut kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dengan
hakikatnya.
Dalam
rangka konseptualisasi dan reiterpretasi terhadap hak-hak asasi manusia yang
mencakup bidang-bidang yang lebih luas, Franklin Droosevelt (Presiden Amerika
pada permulaan abad ke 20) memformlasikan empat macam hak-hak asasi dan hal
inilah yang kemudian menjadi inspirasi dari Declaration of Human Right
1948 yang kemudian dikenal dengan “The Four Freedoms” yaitu :
- Freedom of Speech (kebebasan berbicara dan mengemukakan pendapat)
- Freedom of Religion (kebebasan beragama)
- Freedom from Fear (kebebasan dari rasa ketakutan)
- Freedom from Want (kebebasan dari kemlaratan)
Terhadap
deklarasi sedunia tentang hak-hak asasi manusia PBB tersebut bangsa bangsa
sedunia melalui wakil-wakilnya memberikan pengakuan dan perlindungan secara
yuridis formal walaupun realisasinya juga disesuaikan dengan kondisi serta
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penjabaran Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945
Hak-hak
asasi manusia sebenarnya tidak dapat dipisahkan dengan pandangan filosofis
tentang manusia yang melatarbelakanginya. Menurut Pancasila sebagai dasar dari
bangsa Indonesia hakikat manusia adalah tersusun atas jiwa dan raga, kedudukan
kodrat sebagai makhluk Tuhan dan makhluk pribadi, adapun sifat kodratnya
sebagai mahluk individu dan makhluk sosial. Dalam pengertian inilah maka
hak-hak asasi manusia tidak dapat dipisahkan dengan hakikat kodrat manusia
tersebut. Konseksuensinya dalam realisasinya maka hak asasi manusia senantiasa
memilik hubungan yang korelatif dengan wajib asasi manusia karena sifat kodrat
manusia sebaga individu dan mahluk sosial.
Dalam
rentangan berdirinya bangsa dan negara Indonesia telah lebih dulu dirumuskan
dari Deklarasi Universal hak-hak asasi manusia PBB , karena Pembukaan UUD 1945
dan pasasl-pasalnya diundangkan pada tanggal 18 Agustus 1945 , adapun Deklarasi
PBB pada tahun 1948. Hal itu merupakan fakta pada dunia bahwa bangsa Indonesia
sebelum tercapainya pernyataan hak-hak asasi manusia sedunia oleh PBB, telah
mengangkat hak-hak asasi manusia dan melindunginya dalam kehidupan bernegara
yang tertuang dalam UUD 1945. Hal ini juga telah ditekankan oleh para pendiri
negara, misalnya pernyataan Moh. Hatta dalam sidang BPUPKI sebagai berikut :
“Walaupun
yang dibentuk itu Negara kekeluargaan, tetapi masih perlu ditetapkan beberapa
hak dari warga Negara agar jangan sampai timbul negara kekuasaan (Machsstaat
atau negara penindas)”.
Deklarasi
bangsa Indonesia pada prinsipnya termuat dalam naskah Pembukaan UUD 1945, dan
Pembukaan UUD 1945 inilah yang merupakan sumber normativ bagi hukum positif
Indonesia terutama penjabaran dalam pasal pasal UUD 1945.
Dalam
Pembukaan UUD 1945 alinea kesatu dinyatakan bahwa “Kemerdekaan ialah hak segala
bangsa”. Dalam pernyataan tersebut terkandung pengakuan secara yuridis hak
asasi manusia tentang kemerdekaan sebagaimana tercantum dalam Deklarasi
Universal Hak-hak Asasi Manusia PBB pasal I.
Dasar
filosofi hak-hak asasi manusia tersebut bukanlah kebebasan individualis,
malainkan menempatkan manusia dalam hubungannya dengan bangsa (makhluk sosial)
sehingga hak asasi manusia tidak dapat dipisahkan dengan kewajiban asasi
manusia .Kata-kata berikutnya adalah pada alinea ketiga Pembukaan UUD 1945,
sebagai berikut :
“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan
didorong oleh keinginan yang luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas,
maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”.
Penyataan
tentang “ atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa…” mengandung arti bahwa
dalam deklarasi bangsa Indonesia terkandung pengakuan manusia yang berketuhanan
Yang Maha Esa, dan diteruskan dengan kata “…supaya berkehidupan kebangsaan yang
bebas…” dalam pengertian bangsa maka bangsa Indonesia mengakui hak-hak asasi
manusia untuk memeluk agama sebagaimana tercantum dalam Deklarasi Universal
Hak-hak Asasi Manusia PBB pasal 18, dan dalam pasal UUD 1945 dijabarkan dalam
pasal 29 ayat (2) yaitu negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu.
Melalui
Pembukaan UUD 1945 dinyatakan dalam alinea empat bahwa Negara Indonesia sebagai
suatu persekutuan bersama bertujuan untuk melindungi warganya terutama dalam
kaitannya dengan perlindungan hak-hak asasinya. Adapun tujuan negara yang
merupakan tujuan yang tidak pernah berakhir (never ending goal)
adalah sebagai berikut :
- Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
- Untuk memajukan kesejahteraan umum.
- Mencerdaskan kehidupan bangsa.
- Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Tujuan
Negara Indonesia sebagai negara hukum yang bersifat formal maupun material
tersebut mengandung konsekuensi bahwa negara berkewajiban untuk melindungi
seluruh warganya dengan suatu undang-undang terutama untuk melindungi hak-hak
asasi manusia demi untuk kesejahteraan hidup bersama.
Berdasarkan
pada tujuan Negara sebagai terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut, Negara
Indonesia menjamin dan melindungi hak-hak asasi manusia pada warganya terutama
dalam kaitannya dengan kesejahteraan hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah,
antaralain berkaitan dengan hak-hak asasi di bidang politik, ekonomi, sosial,
kebudayaan, pendidikan, dan agama. Berikut merupakan rincian dari hak-hak asasi
manusia yang terdapat dalam pasal pasal UUD 1945, yaitu sebagai berikut :
HAK ASASI MANUSIA MENURUT PASAL 28
Pasal 28A
Setiap
orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Pasal 28B
(1)
Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah.
(2)
Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak
atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 28C
(1)
Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya,
berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi
kesejahteraan umat manusia.
(2)
Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara
kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negara.
Pasal 28D
(1)
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
(2)
Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang
adil dan layak dalam hubungan kerja.
(3)
Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
(4)
Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
Pasal 28E
(1)
Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih
tempat tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
(2)
Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan
sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
(3)
Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan
pendapat.
Pasal 28F
Setiap
orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan
pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang tersedia.
Pasal 28G
(1)
Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman
dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu yang merupakan hak asasi.
(2)
Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atas perlakuan yang merendahkan
derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
Pasal 28H
(1)
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
layanan kesehatan.
(2)
Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memeperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
(3)
Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan perkembangan dirinya
secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
(4)
Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak
boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.
Pasal 28I
(1)
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apa pun.
(2)
Setiap orang berhak atas bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas
dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang
bersifat diskriminatif itu.
(3)
Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional di hormati selaras dengan
perkembangan zaman dan peradaban.
(4)
Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah
tanggung jawab negara terutama pemerintah.
(5)
Untuk menegakan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara
hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 28J
(1)
Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
(2)
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan
untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai
agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis.
Pelaksanaan Perlindungan Hak Asasi Manusia di Indonesia
Dalam
perjalanan sejarah kenegaraan Indonesia pelaksanaan perlindungan terhadap
hak-hak asasi manusisa di Indonesia mengalami kemajuan, antara lain sejak
kekuasaan rezim Soeharto telah dibentuk KOMNAS HAM walaupun pada
kenyataan pelaksanaannya tidak optimal.
Dalam
proses reformasi dewasa ini terutama akan perlindungan hak-hak asasi manusia
semakin kuat bahkan merupakan tema sentral. Oleh karena itu jaminan hak hak
asasi manusia sebagaimana terkandung dalam UUD 1945 menjadi semakin efektif
terutama dengan diwujudkannya UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Dalam
Konsiderans dan Ketentuan Umum pasal I dijelaskan bahwa hak asasi manusia
adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaban manusia
sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa, dan merupakan anugerahNya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Selain
hak asasi manusia, didalam UU No. 39 Tahun 1999 juga terkandung Kewajiban Dasar
Manusia, yaitu seperangkat kewajiban yang apa bila tidak dilaksanakan maka
tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia. UU No. 39 Tahun
1999 tersebut terdiri atas 105 pasal yang meliputi macam hukum asasi, perlindungan
hak asasi, pembatasan terhadap kewenangan pemerintah serta KOMNAS HAM yang
merupakan lembaga pelaksana atas perlindungan hak-hak asasi manusia. Hak-hak
asasi manusia tersebut meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga dan
melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak atas kesejahteraan, hak
turut serta dalam pemerintahan, hak wanita dan hak anak-anak.
Demi
tegaknya asasi setiap orang maka diatur pula kewajiban dasar manusia,
antaralain kewajiban menghormati hak asasi orang lain, dan konsekuensinya setiap
orang harus tunduk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu
juga diatur kewajiban dan tanggung jawab pemerintah untuk menghormati,
melindungi, menegakan, serta memajukan hak-hak asasi manusia tersebut yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan dan hukum internasional yang diterima
oleh negara Republik Indonesia.
Dengan
diundangkannya UU No. 39 Tahun 1999 tersebut bangsa Indonesia telah masuk pada
era baru terutama dalam menegakan masyarakat yang demokratis yang melindungi hak-hak
asasi manusia. Namun demikian sering pelaksanaannya mengalami kendala yaitu
dilema antara penegakan hukum dengan kebebasan sehingga kalau tidak konsisiten
maka akan merugikan bangsa Indonesia sendiri, konseksuensinya pengaturan atas
jaminan hak–hak asasi manusia tersebut harus di ikuti dengan pelaksanaan serta
jaminan hukum yang memadai. Untuk lebih rinci atas pelaksanaan dan penegakan
hak-hak asasi manusia tersebut diatur dalam UU No. 9 Tahun 1999.
Satu
kasus yang cukup penting bagi bangsa Indonesia dalam menegakan hak-hak asasi
manusia adalah dengan dilaksanakannya Pengadilan Ad Hoc atas pelanggar hak-hak
asasi manusia di Jakarta dan atas pelanggaran hak-hak asasi manusia di Timor
Timur. Hal ini menunjukan kepada masyarakat internasional bahwa bangsa
Indonesia memiliki komitmen atas penegakan hak-hak asasi manusia. Memang
pelaksanaan Pengadilan Ad Hoc atas pelanggaran hak-hak asasi manusia di Timor
Timur tersebut penuh dengan kepentingan kepentingan politik, disatu pihak
pelaksanaan pengadilan Ad Hoc terssebut atas desakan PBB yang taruhannya adalah
nasib dan kredibilitas bangsa Indonesia dimata internasional dan dilain pihak
perbenturan kepentingan antara penegakan hak-hak asasi manusia dengan
kepentingan nasional serta nasionalisme sebagai bangsa Indonesia yang dalam
kenyataannya mereka-mereka yang dituduh telah melanggar HAM berat di Timor
Timur pada hakikatnya berjuang demi kepentingan bangsa dan negara.
Terlepas
dari berbagai macam kelebihan dan kekurangannya bagi kita merupakan suatu
kemajuan yang sangat berarti karena bangsa Indonesia memiliki komitmen yang
tinggi atas jaminan serta penegakan atas Hak Asasi Manusia (HAM).
Hak Asasi Manusia Dalam Amandemen UUD 1945
Indonesia
memiliki konstitusi dasar yang disebut dengan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD
1945). Semenjak masa reformasi hingga sekarang Undang-Undang Dasar 1945 telah
mengalami amandemen atau perubahan sebanyak empat kali yaitu :
1.
Perubahan Pertama, disahkan 19 Oktober 1999
2.
Perubahan Kedua, disahkan 18 Agustus 2000
3.
Perubahan Ketiga, disahkan 10 November 2001
4.
PerubahanKeempat, disahkan 10 Agustus 2002
Bagaimanapun,
amandemen UUD 1945 masih jauh dari kata sempurna. Masih banyak problem
kebangsaan yang mustinya diatur langsung dalam UUD, namun tidak/belum
dicantumkan di dalamnya. Sebaliknya, barangkali terdapat beberapa poin yang
mustinya tidak dimasukkan, tetapi dimasukkan dalam UUD. Salah satu poin penting
yang terdapat dalam amandemen UUD 1945 adalah mengenai hak asasi manusia yang
merupakan hak dasar yang melekat pada manusia sebagai insan ciptaan Tuhan yang
dimiliki menurut kodratnya dan tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya yang
bersifat luhur dan suci.
UUD
1945 bukanlah sekedar cita-cita atau dokumen bernegara, akan tetapi ia harus
diwujudnyatakan dalam berbagai persoalan bangsa akhir-akhir ini. Misalnya,
kenyataan masih seringnya pelanggaran HAM terjadi di negeri ini, antara lain;
kasus pembunuhan aktivis Munir, kasus penggusuran warga, jual-beli bayi,
aborsi, dan seterusnya Di bidang HAM masih banyak terjadi perlakuan
diskriminasi antara si kaya dan si miskin, hukum memihak kekuasaan, korupsi dan
kolusi di pengadilan, dan lain-lain. Demikian pula masalah kesenjangan sosial,
busung lapar, pengangguran dan kemiskinan. Realitas kehidupan di atas hendaknya
menjadi bahan refleksi bagi seluruh komponen bangsa Indonesia.
Pada
posisi ini, amandemen Undang-Undang Dasar 1945 dinilai belum transformatif.
Konstitusi ini masih bersifat parsial, lebih terfokus pada aspek restriktif
negara dan aspek protektif individu dalam hak asasi manusia. Tiga hal yang
belum disentuh amandemen UUD 1945 adalah bagaimana cara rakyat menarik
kedaulatannya, penegasan mengenai supremasi otoritas sipil atas militer, serta
penegasan dan penjaminan otonomi khusus dalam konstitusi.
Meski
demikian, amandemen UUD 1945 sesungguhnya telah memuat begitu banyak
pasal-pasal tentang pengakuan hak asasi manusia. Memang UUD 1945 sebelum
amandemen, boleh dikatakan sangat sedikit memuat ketentuan-ketentuan tentang
hal itu, sehingga menjadi bahan kritik, baik para pakar konstitusi, maupun
politisi dan aktivis HAM. Dimasukkannya pasal-pasal HAM memang menandai era
baru Indonesia, yang kita harapkan akan lebih memperhatikan hal-hal yang
berkaitan dengan hak asasi manusia. Pemerintah dan DPR, juga telah mensahkan
berbagai instrument HAM internasional, di samping juga mensahkan undang-undang
tentang HAM.
Kecurigaan
bahwa konsep HAM yang diadaptasi oleh bangsa Indonesia selama ini dari Barat
diantisipasi oleh amandemen pada pasal Pasal 28J UUD 1945 yang mengatur adanya
pembatasan HAM. Karena itu, pemahaman terhadap Pasal 28J pada saat itu adalah
pasal mengenai pembatasan HAM yang bersifat sangat bebas dan indvidualistis itu
dan sekaligus pasal mengenai kewajiban asasi. Jadi tidak saja hak asasi tetapi
juga kewajiban asasi.
Dibandingkan
dengan Undang-Undang Dasar Sementara 1950, ketentuan hak asasi manusia di dalam
Undang-Undang Dasar 1945 relatif sedikit, hanya 7 pasal, yaitu Pasal 27, 28,
29, 30, 31, 31, dan 34. Sedangkan di dalam UUDS 1950 didapati cukup lengkap
pasal-pasal HAM, yaitu 35 pasal, yakni dari Pasal 2 sampai dengan Pasal 42.
Jumlah pasal di dalam UUDS 1950 hampir sama dengan yang tercantum di dalam
Universal Declaration of Human Rights.
Meskipun
UUD 1945 tidak banyak mencantumkan pasal tentang HAM, kekurangan tersebut telah
dipenuhi dengan lahirnya sejumlah undang-undang, antara lain UU Nomor 14 Tahun
1970 dan UU Nomor 8 Tahun 1981 yang mencantumkan banyak ketentuan tentang HAM.
UU Nomor 14 Tahun 1970 memuat 8 pasal tentang HAM, sedangkan UU Nomor 8 Tahun
1981 memuat 40 pasal. Lagi pula di dalam Pembukaan UUD 1945 didapati sebuah
pernyataan yang mencerminkan tekad bangsa Indonesia untuk menegakkan HAM.
"Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh
sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan".
Ketentuan
HAM dalam UUD 1945 yang menjadi basic law adalah norma tertinggi yang harus
dipatuhi oleh negara. Karena letaknya dalam konstitusi, maka
ketentuan-ketentuan mengenai HAM harus dihormati dan dijamin pelaksanaanya oleh
negara. Karena itulah pasal 28I ayat (4) UUD 1945 menegaskan bahwa
perlindungan, pemajuan, penegakkan, dan pemenuhan HAM adalah tanggung jawab
negara terutama pemerintah.
Memang
di dalam UUD 1945 ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang HAM relatif
terbatas, tetapi hal ini tidak akan menghambat penegakan HAM, karena sudah
diperlengkapi dengan undang-undang lain, seperti UU Pokok Kekuasaan Kehakiman,
UU Hukum Acara Pidana (KUHAP), UU Hak Asasi Manusia, dan UU Pengadilan HAM.
Sekalipun demikian, telah diusulkan juga untuk membuka kesempatan memasukkan
pasal-pasal HAM ke dalam UUD 1945 melalui amandemen. Adapun hak asasi manusia
yang ditetapkan dan tertuang hingga amandemen ke 4 UUD 1945 yaitu:
•
Pasal 29 Ayat 2 , tentang jaminan dari pemerintah kepada warga negara akan
haknya memeluk agama.
•
Pasal 30 Ayat 1, tentang hak dan kewajiban warga negara dalam usaha pertahanan
keamanan.
•
Pasal 31 Ayat 1, tentang hak warga untuk mendapat pendidikan
•
Pasal 34 Ayat 2 “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat
dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusiaan.” Berisi tentang hak warga negara Indonesia untuk mendapat jaminan
sosial dari negara.
Sebenarnya
secara spesifik amandemen UUD 1945 tentang HAM telah tertuang dalam pasal 28
yang diajukan pada masa amandemen yang kedua 18 Agustus 2000 dengan menambahkan
satu bab khusus, yaitu Bab X-A tentang Hak Asasi Manusia mulai Pasal 28 A
sampai dengan 28 J. Sebagian besar isi perubahan tersebut mengatur hak-hak
sipil dan politik, hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Adapun hak asasi manusia
yang ditetapkan dalam Bab X A UUD 1945 adalah :
•
Hak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya (Pasal 28 A)
•
Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang
sah (Pasal 28 B Ayat 1)
•
Hak anak untuk kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta hak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 28 B Ayat 2)
•
Hak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar (Pasal 28 C Ayat
1)
•
Hak untuk mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan
dan teknologi, seni, dan budaya (Pasal 28 C Ayat 1)
•
Hak untuk mengajukan diri dalam memperjuangkan haknya secara kolektif (Pasal 28
C Ayat 2)
•
Hak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil dan
perlakuan yang sama di depan hukum (Pasal 28 D Ayat 1)
•
Hak untuk bekerja dan mendapat imbalan serta perlakuan yang adil dan layak
dalam hubungan kerja (Pasal 28 D Ayat 3)
•
Hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan (Pasal 28 D Ayat
3)
•
Hak atas status kewarganegaraan (Pasal 28 D Ayat 4)
•
Hak kebebasan untuk memeluk agama dan beribadah menurut agamanya (Pasal 28 E
ayat 1)
•
Hak memilih pekerjaan (Pasal 28 E Ayat 1)
•
Hak memilih kewarganegaraan (Pasal 28 E Ayat 1)
•
Hak memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak
untuk kembali (Pasal 28 E Ayat 1)
•
Hak kebebasan untuk meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai
hati nuraninya (Pasal 28 E Ayat 2)
•
Hak kebebasan untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28 E
ayat 3)
•
Hak untuk berkomunikasi dan memeperoleh informasi (Pasal 28 F)
•
Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta
benda (Pasal 28 G Ayat 1)
•
Hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau
tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi manusia (Pasal 28 G Ayat 1)
•
Hak untuk bebeas dari penyiksaan (torture) dan perlakuan yang merendahkan
derajat martabat manusia (Pasal 28 G Ayat 2)
•
Hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat (Pasal 28 H Ayat 1)
•
Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28 H Ayat 1)
•
Hak untuk mendapat kemudahan dan perlakuan khusus guna mencapai persamaan dan
keadilan (Pasal 28 H Ayat 2)
•
Hak atas jaminan sosial (Pasal 28 H Ayat 3)
•
Hak atas milik pribadi yang tidak boleh diambil alih sewenang-wenang oleh siapa
pun (Pasal 28 H Ayat 4)
•
Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut (retroaktif)
(Pasal 28 I Ayat 1)
•
Hak untuk bebas dari perlakuan diskriminasi atas dasar apa pun dan berhak
mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminatif (Pasal 28 I Ayat 2)
•
Hak atas identitas budaya dan hak masyarakat tradisional (Pasal 28 I Ayat 3)
Sehubungan
dengan substansi peraturan perundang-undangan, maka ada dua hal yang harus
diperhatikan oleh pembentuk peraturan perundang-undangan. Pertama; pengaturan
yang membatasi HAM hanya dapat dilakukan dengan undang-undang dan terbatas yang
diperkenankan sesuai ketentuan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945. Karena itu,
Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan seterusnya pada tingkat bawah
tidak dapat membatasi HAM. Kedua; substansi peraturan perundang-undangan harus
selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan HAM yang ada dalam UUD 1945.
Pelanggaran
terhadap salah satu saja dari kedua aspek tersebut dapat menjadi alasan bagi
seseorang, badan hukum atau masyarakat hukum adat untuk menyampaikan permohonan
pengujian terhadap undang-undang tersebut kepada Mahkamah Konstitusi dan jika
bertentangan dengan UUD dapat saja undang-undang tersebut sebahagian atau
seluruh dinyatakan tidak berkekuatan mengikat. Jadi mekanisme kontrol terhadap
kekuasaan negara pembentuk undang-undang dilakukan oleh rakyat melalui Mahkamah
Konstitusi. Dengan proses yang demikian menjadikan UUD kita menjadi UUD yang
hidup, dinamis dan memiliki nilai praktikal yang mengawal perjalanan bangsa
yang demokratis dan menghormati HAM. Namun, penegakan HAM tidak akan terwujud
hanya dengan mencantumkannya dalam konstitusi. Semua pihak berkewajiban
mengimplementasikannya dalam seluruh aspek kehidupan. Kita menyadari penegakan
HAM tidak seperti membalik telapak tangan. Ia harus diawali dari level paling
rendah, yaitu diri sendiri.
HAM berdasarkan deklarasi Internasional dan menurut UUD 1945
1.
HAM Menurut UUD 1945
Pengertian HAM, menurut
UU 39/1999 tentang HAM, adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,
hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia.
Pemikiran-pemikiran
yang mendasari lahirnya UU ini, sebagaimana disebut pada bagian Umum Penjelasan
Pasal demi Pasal, adalah sebagai berikut:
a. Tuhan Yang Maha Esa adalah pencipta alam semesta dengan segala isinya;
b. pada dasarnya, manusia dianugerahi jiwa, bentuk, struktur, kemampuan, kemauan serta berbagai kemudahan oleh Penciptanya, untuk menjamin kelanjutan hidupnya;
c. untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan martabat manusia, diperlukan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia, karena tanpa hal tersebut manusia akan kehilangan sifat dan martabatnya, sehingga dapat mendorong manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya (homo homini lupus);
d. karena manusia merupakan makhluk sosial, maka hak asasi manusia yang satu dibatasi oleh hak asasi manusia yang lain, sehingga kebebasan atau hak asasi manusia bukanlah tanpa batas;
e. hak asasi manusia tidak boleh dilenyapkan oleh siapapun dan dalam keadaan apapun;
f. setiap hak asasi manusia mengandung kewajiban untuk menghormati hak asasi manusia orang lain, sehingga di dalam hak asasi manusia terdapat kewajiban dasar;
g. hak asasi manusia harus benar-benar dihormati, dilindungi, dan ditegakkan, dan untuk itu pemerintah, aparatur negara, dan pejabat publik lainnya mempunyai kewajiban dan tanggungjawab menjamin terselenggaranya penghormatan, perlindungan, dan penegakan hak asasi manusia.
a. Tuhan Yang Maha Esa adalah pencipta alam semesta dengan segala isinya;
b. pada dasarnya, manusia dianugerahi jiwa, bentuk, struktur, kemampuan, kemauan serta berbagai kemudahan oleh Penciptanya, untuk menjamin kelanjutan hidupnya;
c. untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan martabat manusia, diperlukan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia, karena tanpa hal tersebut manusia akan kehilangan sifat dan martabatnya, sehingga dapat mendorong manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya (homo homini lupus);
d. karena manusia merupakan makhluk sosial, maka hak asasi manusia yang satu dibatasi oleh hak asasi manusia yang lain, sehingga kebebasan atau hak asasi manusia bukanlah tanpa batas;
e. hak asasi manusia tidak boleh dilenyapkan oleh siapapun dan dalam keadaan apapun;
f. setiap hak asasi manusia mengandung kewajiban untuk menghormati hak asasi manusia orang lain, sehingga di dalam hak asasi manusia terdapat kewajiban dasar;
g. hak asasi manusia harus benar-benar dihormati, dilindungi, dan ditegakkan, dan untuk itu pemerintah, aparatur negara, dan pejabat publik lainnya mempunyai kewajiban dan tanggungjawab menjamin terselenggaranya penghormatan, perlindungan, dan penegakan hak asasi manusia.
2.
Deklarasi Internasional HAM
Senin,
3 November 2008 Enam puluh tahun silam, di Kota San Fransisco AS, Carrare,
delegasi dari Chili di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan, “Dari
reruntuhan kehancuran …. Unhas, 3 November 2008
Enam
puluh tahun silam, di Kota San Fransisco AS, Carrare, delegasi dari Chili di
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan, “Dari reruntuhan kehancuran yang
diakibatkan oleh Perang Dunia II, manusia kini kembali bisa menyalakan api
abadi peradaban, kebebasan, dan hukum..”
Pernyataan Carrare itu
dikeluarkan menjelang penyusunan akhir naskah Deklarasi HAM Universal 1948,
sebuah naskah yang kelak disetujui wakil bangsa-bangsa yang hadir dalam sidang
PBB mengenai HAM. Komite HAM yang membawahi 17 wakil negara, diketuai oleh
Charles Malek dari Lebanon. 10 Desember kemudian ditetapkan sebagai hari
kelahiran Deklarasi HAM Universal Tahun 1948.
Deklarasi tersebut
merupakan dokumen tertulis pertama tentang HAM yang diterima semua bangsa.
Karena itu, majelis umum PBB menyebut deklarasi HAM Universal 1948 sebagai
pencapaian standar bersama bagi semua orang dan bangsa.
Disebut sebagai dokumen tertulis pertama tentang HAM yang berlaku universal, karena, banyak dokumen tertulis mengenai HAM lahir sebelum deklarasi ini, namun dokumen-dokumen tersebut tidak pernah dimufakati oleh semua bangsa sebagai dokumen HAM yang bersifat universal.
Disebut sebagai dokumen tertulis pertama tentang HAM yang berlaku universal, karena, banyak dokumen tertulis mengenai HAM lahir sebelum deklarasi ini, namun dokumen-dokumen tersebut tidak pernah dimufakati oleh semua bangsa sebagai dokumen HAM yang bersifat universal.
Deklarasi
Hak Asasi Manusia (HAM) atau Universal Independent of Human Righ dicetuskan
pada tanggal 10 Desember 1948. Deklarasi tersebut dilatarbelakangi oleh usainya
perang dunia II dan banyaknya negara-negara di Asia dan Afrika merdeka dan
bergabung dalam United Nation of Organization ( UNO )atau Perserikatan
Bangsa-Bangsa ( PBB ), yang tujuan awalnya adalah untuk mencegah terjadinya
perang dunia kembali. Deklarasi HAM PBB terdiri dari 30 pasal, antara lain
sebagai berikut:
PASAL
1
Seluruh
umat manusia dilahirkan merdeka dan setara dalam martabat dan hak. Mereka
dikaruniai akal serta nurani dan harus saling bergaul dalam semangat
persaudaraan.
PASAL
2
Setiap
orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang dicanangkan dalam Deklarasi,
tanpa pembedaan apa pun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa,
agama, opini politik atau opini lain, kewarganegaraan atau asal-usul sosial,
kekayaan, keturunan atau status lainnya.
Selanjutnya,
tidak boleh ada pembedaan orang berdasarkan status politik, yurisdiksional,
atau internasional yang dimiliki negara asalnya, yang independen, yang berada
dibawah pemerintahan perwalian, atau yang berada dibawah pembatasan kedaulatan
lainnya.
PASAL
3
Setiap
orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keamanan pribadi.
PASAL
4
Tidak
seorang pun boleh dibelenggu dalam perbudakan atau perhambaan; perbudakan dan
perdagangan budak dalam segala bentuknya harus dilarang.
PASAL
5
Tidak
seorang pun boleh dikenai penganiayaan atau perlakian atau hukuman yang keji,
tidak manusiawi atau merendahkan martabat.
PASAL
6
Setiap
orang berhak atas pengakuan yang sama sebagai seorang manusia di muka hukum di
manapun ia berada.
PASAL
7
Semua
orang berkedudukan sejajar di muka hukum dan berhak atas perlindungan yang sama
di muka hukum tanpa diskriminasi apa pun. Semua orang berhak atas perlindungan
yang sama dari segala diskriminasi yang melanggar Deklarasi dan dari segala
dorongan bagi diskriminasi semacam itu.
PASAL
8
Semua
orang berhak atas ganti rugi yang efektif dari sidang pengadilan nasional yang
kompeten yang dijamin oleh konstitusi atau hukum yang dikenakan pada
tindakan-tindakan yang melanggar hak asasi manusia.
PASAL
9
Tidak
seorang pun boleh dikenai penagkapan, penahanan, atau pengasingan yang
sewenang-wenang.
PASAL
10
Setiap
orang berhak atas persamaan yang sepenuhnya akan pemeriksaan yang adil dan
terbuka oleh suatu majelis hakim yang independen seta tidak memihak, dalam
penetapan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya seta dakwaan pidana apa pun
terhadapnya.
PASAL
11
Setiap
orang yang didakwa melakukan pelanggaran pidana berhak untuk dianggap tidak
bersalah sampai terbukti bersalah menurut hukum dalam suatu sidang pengadilan
terbuka dimana ia memperoleh semua jaminan yang diperlukan bagi pembelaan
dirinya.
Tak
seorang pun dapat dianggap bersalah melakukan suatu penggaran pidana
berdasarkan duatu tindakan atau kelalaian yang tidak tergolong pelanggaran
pidana, menurut hukum nasional atau internasional, pada saat ia melakukannya.
Juga tidak boleh dijatuhkan hukuman yang lebih berat daripada hukuman yang
dapat dijatuhkan pada saat pelanggaran pidana tersebut dilakukan.
PASAL
12
Tidak
seorangpun boleh dikenai intervensi sewenang-wenang terhadap privasi, keluarga,
rumah atau korespondensinya, juga serangan terhadap kehormatan dan nama
baiknya. Setiap orang berhak atas perlindungan hukum dari intervensi dan
serangan semacam itu.
PASAL
13
Setiap
orang berhak atas kebebasan bergerak dan bermukim dalam garis perbatasan
masing-masing negara. Setiap orang berhak untuk meninggalkan suatu negara,
termasuk negaranya, dan untuk kembali ke negaranya.
PASAL
14
Setiap
orang berhak untuk mencari dan menikmati suaka di negara-negara lain supaya
luput dari penganiayaan.
PASAL
15
Setiap
orang berhak atas suatu kewarganegaraan. Tidak seorang pun boleh dirampas
kewarganegaraannya secara sewenang-wenang maupun diingkari haknya untuk
mengubah kewarganegaraannya.
PASAL
16
Laki-laki
dan perempuan dewasa, tanpa pembatasan apapun menurut ras, kewarganegaran atau
agama, berhak untuk menikah dan membentuk suatu keluarga. Mereka berhak atas
hak-hak yang sama pada saat pernikahan, selama pernikahan dan pada saat
perceraian. Pernikahan hanya boleh dilakukan dengan sukarela dan kesepakatan
bulat dari kedua mempelai. Keluarga merupakan suatu unit kelompok masyarkat
yang alami dan mendasar, dan berhak atas perlindungan dari masyarakat maupun
Negara.
PASAL
17
Setiap
orang berhak untuk memiliki kekayaan secara pribadi maupun bersama-sama dengan
orang lain. Tak seorang pun boleh dirampas kekayaannya secara sewenang-wenang.
PASAL
18
Setiap
orang berhak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan beragama ; hak ini
meliputi kebebasan untuk mengubah agama atau keyakinannya, serta kebebasan
secara pribadi atau bersama-sama dengan orang-orang lain dan secara terbuka
atau pribadi, untuk menjalankan agama atau keyakinannya dalam pengajaran,
praktek, ibadah dan ketaatan.
PASAL
19
Setiap
orang berhak atas kebebasan beropini dan berekspresi; hak ini meliputi
kebebasan untuk memiliki opini tanpa intervensi serta untuk mencari, menerima,
dan mengungkapkan informasi serta gagasan melalui media apapun dan tidak
terikat garis perbatasan.
PASAL
20
Setiap
orang berhak atas kebebasan untuk berkumpul dan berasosiasi secara tenang. Tak
seorang pun boleh dipaksa untuk memasuki suatu oraganisasi.
PASAL
21
Setiap
orang berhak untuk ikut serta dalam pemerintahan negaranya, secara langsung
atau melalui wakil-wakil yang dipilih secara bebas. Setiap orang berhak atas
akses yang sama pada pelayanan pemerintah negaranya
Kehendak
rakyat harus menjadi dasar kewengan pemerintah ; kehendak ini harus diekspresikan
dalam pemilihan umum yang teratur dan sungguh-sungguh yang diselenggarakan
secara universal dan sama, serta harus diselenggarakan lewat pemungutan suara
secara rahasia atau lewat prosedur-prosedur pemungutan suara yang sama
bebasnya.
PASAL
22
Setiap
orang sebagai anggota masyarkat, berhak atas jaminan sosial, serta berhak atas
realisasi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang tidak dapat dicabut, demi
martabatnya dan perkembangan kepribadiannya secara bebas, melalui upaya
nasional dan kerjasama internasional serta sesuai dengan organisasi dan
sumberdaya masing-masing Negara.
PASAL
23
Setiap
orang berhak atas pekerjaan, atas pilihan pekerjaan secara bebas, atas
kondisi-kondisi kerja yang adil dan menguntungkan serta atas perlindungan dari
pengangguran. Setiap orang, tanpa diskriminasi apa pun, berhak atas upah yang
sama untuk pekerjaan yang sama. Setiap orang yang bekerja berhak atas imbalan
yang adil dan menguntungkan yang menjamin suatu eksistensi yang layak bagi
martabat manusia untuk dirinya sendiri dan keluarganya, dan dilengkapi manakala
perlu oleh sarana perlindungan sosial lainnya. Setiap orang berhak untuk
membentuk dan bergabung ke dalam serikat buruh guna melindungi
kepentingan-kepentingannya.
PASAL
24
Setiap
orang berhak untuk beristirahat dan menikmati waktu senggang, termasuk
pembatasan jam kerja yang wajar serta liburan berkala yang disertai upah.
PASAL
25
Setiap
orang berhak atas suatu standar kehidupan yang memadai untuk kesehatan dan
kesejahteraan dirinya serta keluarganya, termasuk makanan, pakaian, rumah, dan
perawatan kesehatan serta pelayana-pelayanan sosial yang diperlukan, dan hak
atas keamanan pada masa menganggur, sakit, tidak mampu bekerja, menjanda,
lanjut usia, atau kekurangan nafkah lainnya dalam keadaan-keadaan yang berada diluar
kekuasaannya.
Ibu
dan anak berhak atas perawatan dan bantuan khusus. Semua anak, yang lahir
didalam maupun diluar pernikahan, harus memperoleh jaminan sosial yang sama.
PASAL
26
Setiap
orang berhak atas pendidikan. Pendidikan harus bebas biaya, setidaknya pada
tingkat dasar dan tingkat rendah. Pendidikan dasar harus bersifat wajib.
Pendidikan teknik dan profesi harus tersedia secara umum dan pendidikan yang
lebih tinggi harus sama-sama dapat dimasuki semua orang berdasarkan kemampuan.
Pendidikan
harus diarahkan bagi pengembangan sepenuhnya kepribadian manusia dan bagi
penguatan penghargaan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan-kebebasan yang
mendasar. Ini harus mengembangkan pengertian, toleransi serta persahabatan
diantara semua bangsa, kelompok ras atau agama, dan harus memajukan
kegiatan-kegiatan Perserikatran Bangsa-Bangsa dalam pemeliharaan perdamaian.
Para
orang tua memiliki hak istimewa untuk memilih jenis pendidikan yang akan
diberikan kepada anak-anak mereka.
PASAL
27
Setiap
orang berhak untuk berpartisipasi secara bebas dalam kehidupan budaya suatu
masyarakat, menikmati kesenian dan ikut serta dalam kemajuan ilmu dan
manfaat-manfaatnya.
Setiap
orang berhak atas perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan material dan
moral dari karya ilmiah, kesusastraan atau kesenian yang ia ciptakan.
PASAL
28
Setiap
orang berhak atas suatu tatanan sosial atau tatanan internasional dimana
hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang dicanangkan dalam Deklarasi dapat
direalisasikan sepenuhnya.
PASAL
29
Setiap
orang memiliki kewajiban terhadap masyarakat yang memungkinkan pengembangan
kepribadiannya secara bebas dan penuh.
Dalam
pelaksanaan hak dan kebebasannya, setiap orang harus tunduk semata-mata pada
pembatasan yang ditentukan oleh hukum dengan maksud untuk menjamin pengakuan
dan penghargaan terhadap hak serta kebebasan orang-orang lain, dan untuk
memenuhi syarat-syarat yang adil bagi moralitas, ketertiban serta kesejahteraan
umum dalam suatu masyarakart yang demokratis.
Hak-hak
dan kebebasan-kebebasan ini sama sekali tidak boleh dijalankan secara
bertentangan dengan maksud-maksud dan prinsip-prinsip Perserikatan
Bangsa-Bangsa.
PASAL
30
Tak
sesuatu pun dalam Deklarasi yang boleh ditafsirkan sebagai mengimplikasikan
bagi suatu Negara, kelompok atau orang, suatu hak untuk terlibat dalam kegiatan
atau untuk menampilkan perbuatan yang bertujuan untuk merusak hak-hak dan
kebebasan-kebebasan apa pun yang dinyatakan di sini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar